Kebumen, purwokerto.info – Di tengah terik matahari dan lelah yang membekas di setiap langkahnya, Adi Cahya Purwanto terus melangkah. Mantan karyawan alih daya di kilang minyak Cilacap ini memilih jalan sunyi, longmarch dari Cilacap ke Semarang, demi satu tujuan, menuntut keadilan.
PHK sepihak yang menimpanya, dilakukan oleh PT Yakespena, perusahaan rekanan yang beroperasi di bawah naungan kilang minyak tersebut. Keputusan itu tak hanya membuatnya kehilangan pekerjaan, tetapi juga martabat sebagai pekerja yang merasa diperlakukan tidak adil.
Dalam video yang ia unggah di media sosial, Adi yang kini telah mencapai wilayah Kebumen, menyuarakan kekecewaannya terhadap proses pemutusan hubungan kerja yang ia sebut sarat diskriminasi dan tidak sesuai mekanisme hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
“Karena tidak adanya penegakan peraturan perundang-undangan yang sesuai mekanisme, serta adanya tindakan diskriminasi dalam proses PHK,” tegas Adi dalam rekamannya.
Langkah kaki Adi bukan sekadar protes. Ia membawa pesan. Harapannya, aksi jalan kaki ini bisa membuka mata para pemangku kebijakan. Ia ingin Gubernur Jawa Tengah mendengar jeritan hatinya dan turun tangan menyelesaikan polemik ketenagakerjaan yang menurutnya telah mencederai rasa keadilan.
“Saya rakyat Indonesia, warga Kabupaten Cilacap, mohon kepada Pak Gubernur untuk hadir dan menegakkan keadilan sebagaimana amanat Pancasila sila kelima,” serunya lirih namun mantap.
Bagi Adi, ini bukan hanya tentang dirinya. Ini tentang hak pekerja, tentang ketidakadilan yang bisa menimpa siapa pun. Bila suaranya tak digubris di Semarang, Adi menyatakan siap melanjutkan langkahnya hingga ke Jakarta. Ia ingin bicara langsung kepada Presiden, Menteri Ketenagakerjaan, bahkan pejabat tinggi lainnya. Bagi Adi, diam bukan pilihan.
Ia bahkan menyebut memiliki bukti kuat terkait proses PHK yang tidak sesuai prosedur. Nama Agatha Widianawati, disebutnya dalam rekaman sebagai pihak yang mengakui ketidaksesuaian tersebut. Adi berjanji akan membuka bukti itu ke publik melalui kanal pribadinya sebagai bentuk transparansi perjuangannya.
Di sepanjang perjalanannya, Adi tak sendiri. Dukungan moril datang dari warga yang ia temui di jalan. Salah satunya Adi Jawa, seorang warga Kebumen yang sempat berbincang dengannya dan mengungkapkan simpati.
“Semoga perjalanan Mas Adi diberi kelancaran dan keselamatan hingga bertemu Pak Gubernur dan menemukan solusi yang adil,” ujar Adi Jawa.
Longmarch ini pun bukan hanya simbol perlawanan personal. Ia menjadi suara kolektif dari ribuan pekerja yang mungkin tak berani bicara. Perjalanan Adi adalah narasi perlawanan sipil terhadap praktik ketenagakerjaan yang dinilai semena-mena dan tidak berpihak pada buruh kecil.
Dengan semangat Hari Kemerdekaan yang tinggal menghitung hari, Adi mengakhiri pesannya dengan seruan yang membakar semangat.
“Dirgahayu Indonesia, salam pemberdekaan! Merdeka!”
Dan di bawah langit yang tak pernah lelah menatap bumi, Adi terus berjalan. Membawa luka, harapan, dan tekad yang tak bisa di-PHK begitu saja. ***