Federasi Serikat Buruh Migas Soroti PHK Sepihak, Pemerintah Daerah Dinilai Tutup Mata

Cilacap, purwokerto.info – Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Adi Cahyapurwanto, seorang pekerja alih daya yang telah 12 tahun mengabdi di lingkungan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) melalui PT Yakespena, menuai sorotan tajam dari Federasi Serikat Buruh Minyak dan Gas (FSB Migas) Kabupaten Cilacap. PHK yang diduga cacat prosedur ini bahkan mendorong Adi dan keluarganya melakukan aksi long march dari Cilacap menuju Jakarta untuk mencari keadilan.

Sekretaris Jenderal FSB Migas Cilacap, Wagimin, menyampaikan bahwa PHK tersebut dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Ia menyebut, Adi menerima surat PHK tertanggal 31 Desember 2023, namun baru diberikan secara fisik pada 21 Mei 2024, tanpa kejelasan kapan keputusan tersebut mulai berlaku.

“Surat itu datang tiba-tiba, tanpa ada pemberitahuan 14 hari sebelumnya seperti yang diatur dalam undang-undang. Ini bukan hanya melanggar prosedur, tapi juga sangat merugikan pekerja,” ujar Wagimin, Senin (25/08/2025).

FSB Migas juga menyoroti lemahnya peran Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Cilacap yang dinilai tidak menunjukkan keberpihakan terhadap nasib buruh. Padahal, menurut Wagimin, pemerintah daerah seharusnya hadir dan tegas dalam mengawasi setiap kasus PHK, terutama yang menyangkut tenaga kerja alih daya.

“Pemerintah daerah, khususnya Dinas Tenaga Kerja, seharusnya tidak tutup mata. Kasus ini sudah jelas tidak sesuai aturan. Tapi sayangnya, belum ada sikap tegas,” lanjutnya.

Long March ke Jakarta, Gagal Bertemu Gubernur

Sebagai bentuk perlawanan atas keputusan PHK yang dinilai tidak adil, Adi Cahyapurwanto memutuskan melakukan aksi jalan kaki (long march) dari Cilacap menuju Jakarta. Ia ditemani oleh istri dan kedua anaknya. Dalam perjalanan, mereka sempat singgah di Semarang untuk meminta audiensi dengan Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (Purn) Ahmad Luthfi. Namun, pertemuan tersebut gagal terwujud.

“Saya hanya ingin bertemu satu menit saja, tapi hanya dijanjikan akan ditemui setelah tanggal 22 Agustus. Hingga kini belum ada kepastian,” ungkap Adi.

Perjalanan panjang tersebut akhirnya terhenti di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat atas permintaan orang tua Adi yang mengkhawatirkan kondisi keluarga. Kasus ini pun selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada kuasa hukum yang akan mengawal proses hukum hingga tuntas.

Kuasa Hukum Akan Tempuh Jalur Hukum

H. Djoko Susanto, SH, kuasa hukum Adi, menegaskan akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Ia menyatakan bahwa kliennya berhak atas perlindungan hukum karena telah terjadi pelanggaran dalam proses PHK.

“Kami akan mengawal kasus ini dan menempuh langkah hukum sesuai prosedur yang berlaku. Klien kami hanya ingin diperlakukan secara adil,” ujar Djoko singkat.

Adi berharap perjuangan panjangnya tidak sia-sia. Baginya, lebih dari sekadar pekerjaan, ini adalah tentang masa depan anak-anaknya dan keadilan bagi para pekerja alih daya lainnya.

“Saya hanya ingin keadilan. Saya ingin bekerja kembali dan menafkahi keluarga saya dengan layak,” tutupnya. ***