Sengketa Lahan di Ajibarang, Ahli Waris Bongkar Dugaan Tukar Guling Misterius Sejak Era 1950-an

Banyumas, purwokerto.info – Polemik sengketa lahan di Desa Karangbawang, Kecamatan Ajibarang, kembali menggelegar dan menjadi sorotan publik. Lahan strategis seluas kurang lebih 1.060 meter persegi yang kini berdiri Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Karangbawang serta Kantor Desa Karangbawang, diklaim masih memiliki status kepemilikan bermasalah.

Ahli waris almarhum Haji Romli, pemilik tanah terdahulu, mendesak pemerintah desa membuka fakta hukum yang sebenarnya terkait sejarah tukar guling lahan yang disebut telah terjadi sejak era tahun 1950-an.

Kepala Desa Karangbawang, Kristiono Kustardi, mengakui adanya peristiwa tukar guling di masa lalu. Meski begitu, hingga kini tidak ada sertifikat resmi yang menguatkan peralihan hak tersebut.

“Sudah tukar guling itu, ada sejarahnya di situ. Jadi sudah ketemu itu, cuma belum disertifikasi waktu itu,” tegas Kristiono, Selasa (28/10/2025).

Pihak desa berpegang pada buku letter C yang dinilai sebagai bukti administratif awal bahwa proses tukar guling telah terjadi.

Namun, penjelasan ini justru memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Jika benar terjadi tukar guling, di mana tanah penggantinya dan siapa penerima sahnya.

Sementara itu, Sayono, keponakan Haji Romli, memastikan bahwa keluarganya tidak pernah menerima tanah pengganti sebagaimana disampaikan pihak desa.

“Katanya ditukar guling dengan tanah Banda Desa, tapi sampai sekarang tanah Banda Desa masih milik desa. Tidak pernah ada serah terima atau sertifikat atas nama keluarga kami,” ujar Sayono, Senin (20/10/2025).

Sayono mengungkap bahwa upaya sertifikasi pernah muncul pada 1990-an, namun ditolak karena status tanah masih tercatat sebagai tanah negara dan asal-usulnya kabur.

Situasi ini makin rumit karena sebagian lahan juga ditempati pihak lain yang masih terafiliasi keluarga, yakni saudara tiri Haji Atmorejo, ayah Sayono.

Kuasa Hukum Ahli Waris sekaligus Ketua Peradi SAI Purwokerto, H. Djoko Susanto SH, angkat suara terkait persoalan tersebut. Menurutnya, apabila buku letter C benar menunjukkan tukar guling telah dilakukan, maka ahli waris berhak menerima tanah pengganti.

“Faktanya, itu belum terjadi,” tegas Djoko.

Ia mengecam sikap pemerintah desa yang dianggap membiarkan masalah ini berlarut-larut.

“Mestinya ahli waris diundang untuk duduk bersama. Bukan malah bungkam hingga muncul dugaan rekayasa data. Jika betul tukar guling dilakukan, seharusnya tanah pengganti sudah habis dijual oleh penerimanya, termasuk anak tiri Haji Romli,” tandasnya.

Warga mulai mempertanyakan stabilitas legal fasilitas publik yang berdiri di atas tanah sengketa. Jika tidak segera diselesaikan, isu ini diyakini dapat berdampak pada kegiatan pendidikan serta pelayanan pemerintahan desa. ***