Aktivitas Tambang di Lereng Gunung Slamet Diminta Dievaluasi Total, Legalitas Dinilai Bukan Jaminan Ramah Lingkungan

Banyumas, purwokerto.info – Aktivitas penambangan di kawasan lereng Gunung Slamet kembali menuai sorotan. Pendiri Yayasan Tribahata, Nanang Sugiri SH, menegaskan seluruh kegiatan tambang di kawasan tersebut, baik yang mengantongi izin maupun yang beroperasi tanpa izin, harus segera dievaluasi secara menyeluruh.

Nanang menilai, dugaan kerusakan lingkungan yang muncul di kawasan penyangga ekologis Gunung Slamet menjadi bukti bahwa legalitas tidak serta-merta menjamin aktivitas tambang berjalan sesuai kaidah lingkungan. Kondisi tebing yang terkupas, aliran air yang terganggu, serta minimnya upaya pemulihan menjadi pemandangan yang menimbulkan kekhawatiran masyarakat.

“Kekhawatiran warga Banyumas dan sekitarnya sangat wajar, apalagi jika belajar dari banjir besar yang terjadi di Sumatera dan Aceh. Kerusakan lingkungan itu nyata dan dampaknya bisa terjadi di mana saja,” ujar Nanang.

Ia menegaskan, pemerintah daerah tidak bisa lagi memperlakukan izin sebagai “tameng hukum” bagi perusahaan tambang. Menurutnya, izin harus bersifat bersyarat dan dapat dicabut apabila dalam praktiknya terbukti merusak lingkungan atau melanggar daya dukung ekologis.

“Yang dipertaruhkan bukan hanya soal ekonomi, tapi keselamatan ekologis dan ruang hidup masyarakat. Semua tambang wajib diuji ulang, mulai dari kepatuhan AMDAL hingga kesesuaian lokasi dengan tata ruang,” tegasnya.

Nanang juga mempertanyakan sejauh mana keberanian kepala daerah, khususnya Bupati Banyumas, dalam mengambil tindakan. Meski kewenangan perizinan berada di pemerintah provinsi, Undang-Undang tetap memberikan ruang bagi pemerintah kabupaten untuk melakukan pengawasan lapangan dan menegakkan aturan tata ruang di wilayah administrasinya.

“Bupati tidak bisa hanya mengeluh atau bersikap pasif. Kalau terjadi kerusakan jalan, debit air menurun, atau risiko longsor meningkat akibat tambang, tidak bisa beralasan izin bukan urusan kabupaten,” katanya.

Ia juga menyoroti ketertutupan informasi perizinan tambang yang dinilai harus segera diakhiri. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui siapa saja perusahaan yang mengantongi izin, bagaimana pengawasannya, serta sanksi apa yang pernah dijatuhkan.

“Jangan sampai publik terus bertanya-tanya, apakah ada permainan antara perusahaan tambang dan oknum tertentu,” tambah Nanang.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa meskipun izin diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, Bupati Banyumas tetap memiliki mandat penting untuk melindungi warganya dari ancaman ekologis. Pengawasan lapangan yang konsisten, rekomendasi teknis yang tegas, serta pelaporan pelanggaran secara resmi kepada pemerintah provinsi dinilai menjadi kunci pencegahan kerusakan berulang.

“Jika tambang bermasalah dibiarkan beroperasi tanpa tindakan berarti, publik berhak mempertanyakan komitmen pemerintah daerah,” ujarnya.

Nanang menutup pernyataannya dengan menegaskan pentingnya transparansi dan ketegasan lintas pemerintahan. Pemerintah provinsi diminta terbuka dalam proses perizinan dan pengawasan, sementara pemerintah kabupaten wajib memastikan ruang hidup masyarakat terlindungi.

“Tanpa kejelasan peran dan ketegasan tindakan, penambangan di sekitar lereng Gunung Slamet hanya akan menjadi bukti lemahnya tata kelola, bukan keberpihakan pada perlindungan lingkungan,” pungkasnya. ***