Banyumas, purwokerto.info – Waktu boleh berjalan, namun trauma itu masih tinggal. Luka fisik mungkin perlahan memudar, tetapi bekas kekerasan justru meninggalkan jejak yang lebih dalam pada psikis seorang anak. Itulah yang kini dirasakan seorang remaja perempuan, korban dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Desa Ketenger, Kecamatan Baturaden.
Kondisi tersebut mendorong sang ibu, Triliana, kembali menanyakan kelanjutan laporan kasus dugaan tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak di bawah umur yang telah ia laporkan ke kepolisian. Melalui kuasa hukumnya dari Klinik Hukum DPC Peradi SAI Purwokerto, H. Djoko Susanto, SH, Triliana berharap perkara tersebut segera mendapat kepastian hukum. Pertemuan itu dilakukan pada Senin (15/12/2025).
Dengan suara bergetar, Triliana mengungkapkan bahwa sejak peristiwa kekerasan itu terjadi, anak perempuannya mengalami perubahan signifikan secara emosional. Trauma mendalam masih membayangi keseharian sang anak, meski secara fisik tampak berangsur pulih.
“Iya, saya ingin dari pihak yang berwajib segera memproses, karena ini kan belum ada proses selanjutnya sejak laporan polisi. Saya berharap secepatnya ditangani, mengingat psikis anak saya yang memang setelah kejadian ini banyak perubahan,” ujar Triliana.
Ia menceritakan, perubahan itu terlihat dari emosi sang anak yang kini lebih labil dan mudah meledak. Jika sebelumnya anaknya cenderung memendam amarah, kini emosi itu kerap muncul tanpa kendali.
“Perubahan emosionalnya jadi nggak stabil, cepat marah, emosinya kadang tidak terkontrol. Kadang dalam kondisi baik-baik saja, tapi ada masalah sedikit langsung meledak. Setelah itu, dia kembali seperti tidak ada apa-apa. Padahal dulu tidak seperti itu,” tuturnya.
Trauma tersebut, lanjut Triliana, juga berdampak pada pandangan anaknya terhadap masa depan, khususnya terkait laki-laki. Ketakutan itu muncul setiap kali topik masa depan dibicarakan, meski sang anak kini telah beranjak remaja.
“Banyak trauma, terutama terhadap laki-laki. Kalau membicarakan masa depan tentang laki-laki, dia takut. Padahal dia sudah mulai dewasa, tapi traumanya masih ada,” katanya.
Meski demikian, aktivitas harian sang anak mulai kembali normal. Ia tetap berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun, dampak psikologis itu berpengaruh pada prestasi akademik.
“Untuk aktivitas sehari-hari sudah normal, berangkat sekolah. Tapi nilai-nilai pelajaran sangat berpengaruh. Rankingnya anjlok, mungkin efek dari kejadian itu juga,” tambah Triliana.
Sementara itu, Kuasa Hukum korban, H. Djoko Susanto, SH, menegaskan bahwa perkara kekerasan dalam rumah tangga, terlebih yang menyangkut perempuan dan anak di bawah umur, seharusnya menjadi prioritas aparat penegak hukum.
“Penyidik seharusnya lebih intens menangani perkara yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk penelantaran. Ini adalah bagian yang harus diprioritaskan,” tegas Djoko.
Ia menilai, penanganan yang lambat berpotensi memperpanjang penderitaan korban, khususnya anak yang secara psikis masih berada dalam fase rentan.
Diberitakan sebelumnya, dugaan tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak di bawah umur ini memasuki babak baru setelah Triliana melaporkan peristiwa tersebut ke Polresta Banyumas pada Jumat (28/11/2025). Untuk memastikan hak-haknya mendapatkan perlindungan hukum, Triliana kemudian meminta pendampingan ke Klinik Hukum DPC Peradi SAI Purwokerto.
Peristiwa dugaan KDRT itu sendiri terjadi pada 25 Juli 2025 sekitar pukul 06.30 WIB di rumah pelapor di Desa Ketenger, Kecamatan Baturaden. Dalam laporan tertulis, Triliana mengaku mengalami kekerasan yang diduga dilakukan oleh AS (51), seorang karyawan BUMN (Perhutani) yang juga merupakan suaminya.
Saat kejadian, saksi DIP (17), anak perempuan Triliana, mencoba merekam insiden tersebut menggunakan ponsel. Namun tindakan itu justru memicu emosi terlapor. Pelaku diduga menampar DIP hingga mengenai pipi kiri dan menyebabkan memar, sementara ponsel saksi terjatuh ke lantai.
Atas kejadian tersebut, Triliana kemudian melapor ke kepolisian dan menyerahkan sejumlah bukti pendukung, di antaranya fotokopi KTP, hasil visum, kuitansi pembayaran perawatan di Puskesmas Baturaden, serta foto luka memar.
Kondisi pelapor dan saksi yang merupakan perempuan dan anak di bawah umur mendapat perhatian serius dari Klinik Hukum DPC Peradi SAI Purwokerto. Pendampingan hukum diharapkan mampu memberikan perlindungan sekaligus memastikan proses hukum berjalan secara adil dan berpihak pada korban, agar trauma yang tersisa tidak semakin berkepanjangan. ***
