Tuai Tanggapan Beragam, Gerakan Ayah Ambil Rapor Diminta Adaptif pada Kondisi Keluarga

Purwokerto, purwokerto.info – Program Gerakan Ayah Mengambil Rapor ke Sekolah yang digagas Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Di satu sisi, kebijakan ini dinilai mampu memperkuat keterlibatan ayah dalam pendidikan anak. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran akan dampak psikologis bagi anak-anak dari keluarga dengan kondisi khusus, seperti ibu tunggal dan anak yatim.

Murni Triasih, seorang wali siswa yang berstatus single mom, mengaku tidak mempermasalahkan adanya gerakan tersebut. Bahkan, ia merasa terbantu karena mantan suaminya menjadi lebih memahami perkembangan anak-anaknya di sekolah.

“Gak masalah kok. Justru Bapak jadi lebih memahami perkembangan anak gimana dan jadi tahu urusan sekolah, keuangan, dan lain sebagainya karena bertemu langsung dengan wali kelas saat pengambilan rapor. Ini aku juga lagi minta tolong sama bapaknya anak buat ambil rapor dua anakku, karena aku lagi sakit,” ujar Murni.

Berbeda dengan Murni, Rizky, yang juga seorang ibu tunggal, menilai program tersebut cukup meresahkan. Ia khawatir kebijakan ini dapat berdampak pada kondisi psikologis anak, terutama jika ayah tidak dapat hadir saat pengambilan rapor. Menurutnya, situasi tersebut berpotensi memicu perundungan terhadap anak di lingkungan sekolah.

Sikap lebih netral disampaikan Sri Faidah, seorang ibu muda. Ia menilai program tersebut sejatinya memiliki tujuan yang baik, yakni mendorong ayah agar lebih memahami kondisi dan perkembangan anaknya. Namun demikian, Sri mengingatkan agar pelaksanaannya tidak melukai perasaan anak-anak yang berasal dari keluarga tidak utuh.

“Programnya bagus, tapi jangan sampai justru menyakiti hati anak, terutama mereka yang berstatus yatim atau yang memang tidak memiliki figur ayah,” ujarnya.

Tanggapan juga datang dari tokoh masyarakat. Ketua DPC Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI) Purwokerto, H. Djoko Susanto, SH, menilai kebijakan tersebut perlu disertai sensitivitas sosial. Pria yang akrab disapa Djoko Kumis itu menegaskan bahwa negara harus hadir secara empatik dalam setiap kebijakan publik.

“Imbauan penguatan peran ayah harus dibarengi pendekatan advokatif bagi keluarga yang kehilangan figur ayah. Jangan sampai semangat kebijakan ini justru menyingkirkan realitas janda dan anak yatim yang jumlahnya tidak sedikit,” tegasnya.

Gerakan Ayah Mengambil Rapor ke Sekolah sendiri tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kemendukbangga/BKKBN Nomor 14 Tahun 2025 yang ditandatangani Kepala BKKBN, Wihaji, pada 1 Desember 2025.

Dalam edaran tersebut, para ayah diimbau untuk mengambil rapor anak di akhir semester, mulai dari jenjang PAUD hingga pendidikan menengah, dengan pelaksanaan dimulai Desember 2025. Pemerintah juga memberikan dispensasi keterlambatan kerja serta apresiasi melalui program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).

Djoko Susanto menegaskan, tujuan baik kebijakan ini harus diiringi langkah inklusif agar tidak menimbulkan rasa terpinggirkan.

“Perlu ruang kebijakan yang setara bagi ibu tunggal dan wali sah. Advokasi bagi janda dan anak yatim harus dinyatakan secara tegas,” katanya.

Ia berharap implementasi gerakan tersebut tidak sekadar bersifat simbolik, tetapi adaptif terhadap keragaman kondisi keluarga di Indonesia, sehingga mampu memperkuat peran orang tua tanpa meninggalkan kelompok masyarakat yang paling rentan. ***