WONOSOBO, purwokerto.info – Ancaman perubahan iklim yang kian nyata mendorong madrasah di daerah rawan bencana untuk tidak sekadar menjadi objek terdampak, tetapi tampil sebagai pelaku utama mitigasi dan adaptasi. Inilah yang tercermin dalam program pengabdian masyarakat berbasis lingkungan yang digelar di Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo, sepanjang November 2025.
Program yang didukung Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama RI ini memfokuskan pada penguatan literasi dasar perubahan iklim serta strategi adaptasi dan mitigasi di lingkungan madrasah. Sasaran utamanya adalah guru dan siswa MI Ma’arif Gondang serta MI Ma’arif Klesman, yang berada di wilayah dengan tingkat kerawanan bencana hidrometeorologi cukup tinggi.
Puncak kegiatan pelatihan dilaksanakan pada Sabtu, 22 November 2025, bertempat di MI Ma’arif Gondang. Para guru madrasah mendapatkan pembekalan tidak hanya terkait pemahaman teoritis perubahan iklim, tetapi juga langkah-langkah praktis yang dapat langsung diterapkan dalam aktivitas belajar mengajar dan keseharian di lingkungan sekolah.
Ketua tim pengabdi, Prof. Dr. Subakir, M.Ag dari UIN Syekh Wasil Kediri, menegaskan bahwa pendidikan menjadi kunci utama dalam membangun daya tahan masyarakat menghadapi krisis iklim. “Jika kesadaran ekologis dibangun sejak ruang kelas, maka madrasah akan melahirkan generasi yang lebih siap dan tangguh menghadapi dampak perubahan iklim,” ungkapnya.
Pengabdian ini dilaksanakan dengan pendekatan Aksi Lingkungan Berbasis Aset (ALBA), yakni strategi yang mengoptimalkan potensi internal madrasah. Pendekatan tersebut menempatkan guru, siswa, dan budaya sekolah sebagai kekuatan utama dalam membangun ekosistem pendidikan yang peduli dan responsif terhadap isu lingkungan.
Sejumlah aksi nyata kemudian dirancang dan dijalankan secara bertahap, mulai dari penyusunan peta jalan Madrasah Peduli Iklim, Program Sarinah untuk guru dan siswa, gerakan pungut sampah lima menit, pembuatan komposter, hingga penataan ulang ruang hijau madrasah. Seluruh kegiatan tersebut disesuaikan dengan kondisi riil dan kebutuhan masing-masing madrasah.
Dosen UNSIQ Wonosobo yang tergabung dalam tim pengabdi, Rifqi Aulia Rahman, menilai keterlibatan aktif warga madrasah menjadi faktor penting keberhasilan program. “Pendekatan partisipatif membuat isu perubahan iklim tidak berhenti sebagai wacana, tetapi berubah menjadi kebiasaan,” katanya. Hal senada disampaikan Muhtar Sofwan Hidayat yang menekankan pentingnya konsistensi dalam praktik sederhana sehari-hari.
Dampak positif pun mulai dirasakan, baik dari meningkatnya pemahaman siswa tentang perubahan iklim maupun terciptanya lingkungan belajar yang lebih bersih dan sehat. Program ini dinilai mampu memperkuat peran madrasah sebagai pusat edukasi sekaligus agen perubahan di tingkat lokal.
Ke depan, tim pengabdi mendorong agar inisiatif serupa terus diperkuat melalui pelatihan berkelanjutan dan kebijakan internal madrasah. Model ini diharapkan dapat direplikasi di madrasah lain, khususnya di wilayah rawan bencana, sebagai langkah strategis membangun ketahanan sosial dan ekologis dari lingkungan pendidikan.
