Banyumas, purwokerto.info – Penegakan hukum terhadap praktik pertambangan mineral tanpa izin di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, kembali menuai sorotan. Penahanan tiga buruh tambang oleh Satreskrim Polresta Banyumas dinilai memunculkan pertanyaan serius mengenai arah dan keadilan hukum, terutama terkait siapa pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam aktivitas tambang ilegal tersebut.
Polresta Banyumas resmi menahan Yanto Susilo alias Yanto, buruh harian lepas, berdasarkan Surat Perintah Penahanan tertanggal 29 Oktober 2025. Yanto ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Polresta Banyumas atas dugaan keterlibatan dalam penampungan, pengangkutan, dan penjualan mineral tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Minerba juncto Pasal 55 KUHP.
Selain Yanto, dua buruh tambang lainnya, Slamet Marsono dan Gito Zaenal Habidin, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Ketiganya diduga terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Grumbul Tajur, Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang.
Namun, langkah penegakan hukum tersebut menuai kritik dari kuasa hukum para tersangka, H. Djoko Susanto, SH. Ia menilai proses hukum yang berjalan justru menyasar pihak yang berada di lapisan paling bawah dalam struktur pertambangan.
“Klien kami hanyalah buruh. Mereka bekerja atas perintah, menerima upah harian, dan tidak memiliki kendali atas operasional tambang, apalagi soal perizinan,” ujar Djoko.
Menurutnya, penahanan terhadap para buruh mencerminkan ketimpangan penegakan hukum, karena hingga kini pihak yang diduga berperan sentral, seperti mandor bernama Kusnadi, maupun pemilik tambang bernama Rusmanto, belum tersentuh proses hukum.
Djoko menegaskan, apabila negara serius menertibkan tambang ilegal, aparat penegak hukum seharusnya menelusuri rantai tanggung jawab hingga ke aktor utama yang menguasai modal, perizinan, dan distribusi hasil tambang.
“Menjerat buruh tanpa menyentuh pemodal dan pengelola tambang hanya akan melahirkan ketidakadilan baru,” tegasnya.
Dikonfirmasi hal ini, Penyidik Reskrim Polresta Banyumas, IPDA Sardjito belum memberikan tanggapan. Wartawan mencoba menghubungi melalui pesan singkat, namun belum mendapat respon.
Sementara itu, Polresta Banyumas menyatakan telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Purwokerto. Kepolisian menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik pertambangan ilegal sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dan perlindungan lingkungan.
Kasus ini menjadi cermin dilema penegakan hukum di sektor sumber daya alam. Di satu sisi, negara dituntut tegas memberantas aktivitas ilegal yang merusak lingkungan. Di sisi lain, keadilan substantif menuntut agar hukum ditegakkan secara proporsional dan menyentuh pihak yang paling bertanggung jawab. Bagi para buruh tambang yang kini menghadapi proses hukum, perkara ini bukan sekadar soal pasal dan prosedur, melainkan juga soal nasib dan keadilan di tengah kerasnya realitas ekonomi. ***
