Dari Kursi Roda ke Panggung Wisuda, Kisah Inspiratif Eprisa Raih Magna Cum Laude di UMP

Purwokerto, purwokerto.info – Suasana haru menyelimuti Auditorium Ukhuwah Islamiyah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sabtu (20/09/2025). Ribuan toga hitam berbaris rapi dalam Wisuda Ke-77, namun di antara lautan kebahagiaan itu, satu kisah inspiratif mencuri perhatian, Eprisa Nova Rahmawati.

Duduk di kursi roda, mahasiswi asal Banjarnegara ini menorehkan sejarah pribadi yang luar biasa. Ia dinobatkan sebagai lulusan dengan predikat magna cum laude dari Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Sains UMP, dengan IPK 3,77. Prestasi tersebut menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan fisik bukanlah tembok yang tak bisa ditembus.

Kehidupan Eprisa berubah drastis sejak kelas tiga SMP. Vonis kelumpuhan akibat penyumbatan sumsum tulang belakang membuatnya harus menggunakan kursi roda sepanjang hidup.

“Waktu itu dunia saya seperti runtuh. Saya sempat merasa tidak punya masa depan,” kenangnya.

Namun doa dan dorongan kedua orang tuanya, Slamet Riyadi dan Sulasih, pasangan petani sederhana, menjadi alasan Eprisa untuk bangkit. Titik baliknya datang saat ia bertemu Rektor UMP, Prof. Dr. Jebul Suroso, empat tahun lalu. Sang rektor mendatangi rumahnya di Banjarnegara, memberi motivasi sekaligus beasiswa penuh.

“Hidup harus terus diperjuangkan dan dimenangkan,” pesan Prof. Jebul yang melekat kuat di hati Eprisa.

Kuliah bukan perkara mudah bagi Eprisa. Ia kerap membutuhkan bantuan teman-temannya untuk berpindah ruang kuliah, menaiki tangga, bahkan sekadar mendorong kursi roda. Namun alih-alih menjadi beban, ia menyebut sahabat-sahabatnya sebagai “malaikat tak bersayap” yang selalu siap hadir.

Dukungan itu membuatnya percaya diri. Ia pun melahirkan karya skripsi berupa aplikasi deteksi penyakit daun tomat berbasis kamera, inovasi sederhana untuk membantu petani pemula mengenali gejala penyakit tanaman.

“Saya ingin teknologi bisa bermanfaat langsung untuk masyarakat,” tuturnya.

Selain akademik, Eprisa juga menyalurkan energi lewat seni lukis. Ia pernah menggelar pameran tunggal dengan 20 karya yang memotret perjalanan hidup serta pergulatan batinnya. Melukis baginya bukan sekadar hobi, melainkan terapi untuk menyembuhkan luka-luka yang tak terlihat.

Rektor UMP, Prof. Jebul, menyebut karya seni Eprisa sebagai bukti bahwa kreativitas manusia tidak mengenal batas.

“Ia adalah contoh nyata bagaimana kampus inklusif mampu melahirkan insan berprestasi,” ujarnya.

Ketika mendapat kesempatan menyampaikan pidato mewakili ribuan wisudawan, Eprisa melantangkan kata-kata yang membekas di hati semua orang.

“Terima kasih untuk hati yang lebih memilih bangkit daripada menyerah. Terima kasih untuk keberanian memilih bangga menjadi berbeda,” ucapnya dengan suara bergetar.

Pidatonya ditutup dengan lantunan lagu “Manusia Kuat” milik Tulus, yang ia jadikan penguat di masa-masa sulit. Seisi auditorium ikut terhanyut, beberapa bahkan menyenandungkan baitnya sambil menahan air mata.

Kini, setelah lulus, Eprisa bercita-cita menekuni bidang UI/UX Design, melanjutkan studi magister, dan menerima pekerjaan freelance di bidang teknologi. Pesannya sederhana tapi dalam, yakni “Keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Setiap orang punya potensi, dan setiap mimpi layak diperjuangkan.”

Kisah Eprisa tidak hanya menambah warna pada Wisuda Ke-77 UMP, tetapi juga meninggalkan jejak inspirasi. Bahwa kemenangan sejati bukanlah melawan orang lain, melainkan melawan keterbatasan diri sendiri. ***