Purwokerto, purwokerto.info – Suasana di halaman Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto, Selasa (23/9/2025) siang, tampak berbeda dari biasanya. Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Banyumas Bersuara (FBB) datang berbondong-bondong dengan membawa satu misi, yakni mendesak aparat penegak hukum agar lebih tegas dalam mengawal penggunaan uang rakyat.
Mereka tidak melakukan orasi keras. Sebaliknya, kedatangan FBB dilakukan secara tertib dengan menyerahkan surat permohonan resmi kepada pihak kejaksaan. Inti dari surat itu adalah permintaan agar Kejari menggunakan kewenangannya dalam mencegah potensi tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan tunjangan perumahan dan transportasi pimpinan serta anggota DPRD Kabupaten Banyumas.
Perwakilan FBB, Aan Rokhaeni, mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan FBB, sejak 2017 hingga 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banyumas telah mengalokasikan sekitar Rp118 miliar untuk pos tunjangan DPRD.
“Ini jumlah yang besar, sementara masih banyak program pro rakyat yang membutuhkan anggaran. Kami tidak menarget individu untuk dipidana, tapi meminta adanya langkah nyata agar keuangan daerah tidak terus dirugikan,” kata Aan.
Ia menekankan dua poin penting yang disampaikan kepada Kejari. Pertama, agar dalam penyusunan Peraturan Bupati (Perbup) baru nanti, kejaksaan proaktif memberikan masukan terkait standar harga wajar, dengan melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Kedua, terkait dengan dana yang sudah terlanjur digelontorkan, FBB meminta adanya mekanisme untuk menarik kembali anggaran tersebut.
“Kalau dihitung, ada tiga periode DPRD yang sudah menikmati tunjangan ini: 2014-2019, 2019-2024, dan sekarang 2024-2029. Langkah kami ini bukan untuk gaduh, tapi demi kepentingan pengembalian uang rakyat,” ujarnya.
Menurut Aan, Kejari Purwokerto tidak hanya berfungsi sebagai lembaga penyidik, tetapi juga memiliki peran intelijen dan jaksa pengacara negara yang bisa digunakan untuk pencegahan.
“Kami berharap fungsi itu dijalankan optimal sehingga potensi kerugian negara bisa ditekan,” tandasnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto, Gloria Sinuhaji SH MH, menerima langsung kedatangan rombongan FBB. Ia menyampaikan apresiasi atas kepercayaan masyarakat yang disalurkan melalui jalur formal.
“Kami akan mengkaji permohonan ini secara mendalam. Prinsip kejaksaan adalah profesional, transparan, dan terbuka. Jika memang ada perbuatan melawan hukum, tentu akan kami tindak sesuai aturan,” tegas Gloria.
Gloria juga menyinggung bahwa isu tunjangan DPRD Banyumas bukan hal baru. Regulasi terkait telah memicu sorotan dari berbagai pihak, termasuk fraksi-fraksi di DPRD dan Bupati Banyumas yang menyatakan siap melakukan evaluasi.
“Mungkin regulasi itu disusun dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat, tetapi tetap harus dikomunikasikan dengan baik kepada semua pihak agar tidak menimbulkan salah persepsi,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Gloria menekankan pentingnya menjaga suasana kondusif di Banyumas.
“Kami merasa bangga atas partisipasi masyarakat. Dengan semangat yang sama, mari kita jaga Banyumas agar tetap adem ayem tanpa kegaduhan,” pungkasnya.
Gelombang Kritik Publik
Langkah FBB ini menjadi bagian dari gelombang kritik publik yang belakangan semakin menguat terhadap Perbup tentang tunjangan DPRD. Sebelumnya, sejumlah fraksi di DPRD juga sudah menyuarakan dukungan terhadap evaluasi regulasi tersebut, sementara pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, menilai jika tidak direvisi, Perbup itu berpotensi menimbulkan delik korupsi.
Dengan adanya dorongan dari masyarakat sipil, akademisi, hingga legislatif sendiri, bola kini berada di tangan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Publik menanti, apakah Rp118 miliar yang terlanjur dikeluarkan bisa dipertanggungjawabkan, dan bagaimana langkah ke depan agar anggaran Banyumas lebih berpihak kepada kebutuhan rakyat. ***