Banyumas, purwokerto.info – Pemerintah Kabupaten Banyumas terus memperkuat upaya menekan angka stunting serta Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih menjadi tantangan serius. Dalam sarasehan kesehatan yang berlangsung Kamis (11/12/2025) di Ruang Joko Kahiman, Bupati Banyumas Sadewo memimpin langsung agenda yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kepala Dinas Kesehatan dr. Dany serta Direktur RSUD Banyumas dr. Widyana.
Dalam paparannya, Kepala Dinas Kesehatan Banyumas, dr. Dany, menegaskan bahwa faktor risiko terbesar stunting di Kabupaten Banyumas berasal dari keluarga perokok. Selain memperburuk kualitas lingkungan sehat di rumah, kebiasaan merokok tercatat mengalihkan pengeluaran rumah tangga yang seharusnya digunakan untuk pemenuhan gizi anak.
“Merokok di dalam rumah membuat anak menjadi perokok pasif, yang memperbesar risiko gangguan tumbuh kembang. Di sisi lain, belanja rokok sering kali menyisihkan anggaran gizi,” tegas dr. Dany.
Meski Banyumas menunjukkan tren positif dengan kasus baru stunting yang sudah lebih rendah dari target 2,5 persen, sejumlah wilayah masih membutuhkan perhatian khusus. Kecamatan Purwojati tercatat sebagai daerah dengan insiden stunting tertinggi.
Bupati Sadewo mengungkapkan bahwa hingga November 2025, Banyumas mencatat 13 kematian ibu dan 194 kematian bayi. Angka ini dinilai masih menjadi alarm penting bagi pemerintah daerah untuk memperkuat layanan kesehatan primer.
“Ini bukan sekadar angka, ini adalah tugas kemanusiaan. Penurunan AKI, AKB, dan stunting harus dilakukan lintas sektor dan tidak bisa hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan,” tegasnya.
Prevalensi stunting di Banyumas saat ini berada di angka sekitar 14 persen.
Dalam sarasehan, Dinas Kesehatan juga mengungkap sejumlah kendala lapangan dalam penanganan stunting:
– Cakupan PMT masih di bawah rata-rata nasional akibat keterbatasan anggaran dan sasaran yang belum sepenuhnya terjangkau.
– Kaderisasi Posyandu belum optimal, dengan 60% atau 10.213 kader belum mendapatkan pelatihan.
– Keterbatasan waktu dan tenaga, karena banyak kader berada pada usia produktif sehingga beberapa desa baru bisa membuka Posyandu pada malam hari atau akhir pekan.
– Fasilitas alat antropometri masih perlu ditambah agar layanan pemantauan tumbuh kembang lebih akurat.
– Insentif kader belum teralokasi di semua desa, meski regulasi sudah mengatur pemberiannya.
Dr. Dany berharap ada perhatian lebih terhadap insentif dan penguatan kapasitas kader agar motivasi mereka tetap terjaga.
Bupati Sadewo menekankan penguatan Posyandu sebagai pintu pertama pelayanan kesehatan keluarga. Ia menyoroti pentingnya Skrining Layak Hamil, yang dinilai mampu mendeteksi risiko sebelum kehamilan terjadi sehingga berpengaruh langsung pada penurunan AKI dan AKB.
Selain itu, intervensi stunting kini diperluas, tidak hanya menyasar murid sekolah, tetapi juga balita dan ibu hamil. Program nasional Makan Bergizi Gratis juga akan dioptimalkan untuk menjangkau kelompok rentan secara lebih luas.
Menutup kegiatan, Sadewo menyerukan kolaborasi lebih erat antara pemerintah, tenaga kesehatan, kader, dan masyarakat.
“Harapannya, kita bekerja lebih dekat, lebih kompak, dan lebih cepat agar layanan kesehatan benar-benar mudah dijangkau, berkualitas, dan berdampak nyata bagi masyarakat Banyumas,” ujarnya.
Sarasehan ini menjadi pengingat bahwa ancaman stunting serta kematian ibu dan bayi tidak bisa dianggap sepele, terutama ketika faktor risiko seperti kebiasaan merokok masih kuat di dalam keluarga. Pemerintah daerah pun menegaskan komitmennya untuk melakukan percepatan, bukan hanya penanganan. ***
