Dugaan KDRT dan Etik Profesi, Oknum Anggota Polri Dilaporkan Istri ke Propam Polda Jateng

Semarang, purwokerto.info – Seorang perempuan berinisial DCS (36), warga Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas, resmi melaporkan suaminya yang merupakan oknum anggota Polri ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Tengah. Laporan tersebut dilayangkan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sekaligus pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri.

Pengaduan itu tertuang dalam surat resmi tertanggal 15 Desember 2025 yang ditujukan kepada Kepala Bidang Propam Polda Jateng di Semarang. Teradu dalam laporan tersebut merupakan anggota Polri berpangkat Bripka berinisial AFF (36), yang bertugas di satuan Polairud Polres Jepara.

Dalam keterangannya, DCS menegaskan bahwa dirinya merupakan istri sah teradu. Status tersebut dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 0654/32/XII/2012 tertanggal 24 Desember 2012 serta kepemilikan Kartu Penunjukan Istri (KPI).

Dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami pengadu disebut terjadi pada 2 Desember 2022. Saat itu, teradu diduga melakukan tindakan kekerasan fisik berupa pencekikan, membenturkan tubuh korban ke lantai, menginjak, menyeret, meludahi, hingga menyobek pakaian korban.

Atas peristiwa tersebut, pengadu telah melaporkannya ke Polres Jepara dengan tanda bukti laporan STPL/722/XII/2022 tertanggal 6 Desember 2022.

Meski sempat ditempuh upaya perdamaian pada 27 Desember 2022, pengadu menyebut kesepakatan itu tidak pernah dijalankan oleh teradu. Bahkan, korban mengaku diusir dari rumah dan dinyatakan telah dijatuhi talak tiga, sehingga terpaksa kembali ke rumah orang tuanya di Purwokerto.

Tak hanya itu, pengadu juga mengungkapkan bahwa konflik rumah tangga telah berlangsung sejak beberapa tahun sebelumnya. Pada 29 Januari 2020, kedua belah pihak sempat menandatangani surat pernyataan damai setelah terjadi pertengkaran yang dipicu dugaan kekerasan fisik, verbal, serta perselingkuhan.

Namun, menurut pengadu, kesepakatan tersebut kembali diingkari. Kondisi itu membuatnya mengalami tekanan batin berkepanjangan dan merasa tidak lagi mendapatkan rasa aman sebagai seorang istri, terlebih teradu merupakan aparat penegak hukum.

Kuasa hukum pengadu, Djoko Susanto, SH, menegaskan bahwa perkara ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan rumah tangga semata. Menurutnya, kasus tersebut menyangkut integritas dan moral aparatur negara.

“Sebagai kuasa hukum istri oknum anggota Polri (Bhayangkari), kami meminta Kapolri, Kapolda Jawa Tengah, serta Propam untuk menindaklanjuti pengaduan klien kami dan memberikan perlindungan hukum,” ujar Djoko, Selasa (15/12/2025).

Ia menekankan bahwa slogan Polri Presisi harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan sekadar jargon.

“Melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat harus dirasakan semua pihak, termasuk keluarga besar Polri sendiri,” katanya.

Djoko juga menilai dugaan kekerasan tersebut berdampak serius secara fisik dan psikis bagi kliennya.

“Seorang anggota Polri seharusnya menjadi teladan di tengah keluarga dan masyarakat. Jika dugaan ini benar, maka perbuatannya jelas mencederai nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya,” tegasnya.

Pihaknya pun berharap Propam Polda Jawa Tengah menangani laporan ini secara objektif dan transparan.

“Hukum dan etika harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Korban harus dilindungi,” imbuhnya.

Dalam surat pengaduannya, pengadu menilai tindakan teradu bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perbuatan tersebut dinilai tidak mencerminkan sikap anggota Polri yang seharusnya melindungi, mengayomi, dan melayani, termasuk terhadap keluarganya sendiri.

Surat pengaduan itu juga ditembuskan kepada Kapolri, Kapolda Jawa Tengah, Kapolres Jepara, serta pihak terkait lainnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak teradu maupun Polda Jawa Tengah. Redaksi purwokerto.info tetap membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi pihak-pihak terkait sesuai dengan ketentuan kode etik jurnalistik. ***