Purwokerto, purwokerto.info – Seorang warga yang berprofesi sebagai Wartawan, Widhiantoro Puji Agus Setiono, yang dikenal dengan nama Baldy, melaporkan tiga advokat ke Polresta Banyumas terkait dugaan tindak pidana menghalangi dan melakukan intimidasi terhadap kerja jurnalistik.
Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Pengaduan Polresta Banyumas dengan nomor berkas resmi pada Jumat, 5 Desember 2025, pukul 16.00 WIB. Dalam laporannya, Baldy menyebut tiga advokat masing-masing berinisial SW, RYP, SM, serta seseorang berinisial TS, sebagai pihak yang diduga melakukan intimidasi hukum.
“Saya memilih kuasa hukum H. Djoko Susanto SH dari Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto untuk mendampingi saya melaporkan terkait upaya pembungkaman terhadap saya sebagai jurnalis. Pemberitaan yang saya buat sudah sesuai dengan laporan polisi, tanpa asumsi dan tanpa opini,” terangnya usai membuat laporan di SPKT, Jumat (05/12/2025) sore.
Ia menambahkan, pemberitaan yang disusunnya justru mendapat tanggapan berlebihan dari SW hingga berujung pada upaya somasi. Menurut Baldy, SW dinilai tidak memahami tugas dan profesi seorang wartawan.
Kuasa Hukum pelapor, H. Djoko Susanto SH, menyampaikan bahwa pihaknya resmi melaporkan tiga oknum berinisial SW, RYP dan SM yang diduga melakukan intimidasi melalui somasi terhadap kliennya, seorang jurnalis.
“Kita sesuai dengan rencana platform awal melaporkan terduga terlapor oknum SW dan TS. Mereka adalah pihak yang telah melakukan somasi terhadap klien saya dan dinilai mencederai independensi insan jurnalistik,” ujar Djoko.
Djoko menegaskan bahwa laporan tersebut diajukan berdasarkan Undang-Undang Pers, karena tindakan somasi tersebut dianggap sebagai bentuk intimidasi yang dapat membungkam kerja jurnalistik.
“Ini keseriusan yang harus kita tanggapi secara penuh. Kami berharap teman-teman media dapat memberikan dukungan agar ke depan para jurnalis tidak terbungkam oleh tindakan hukum dari oknum advokat,” jelasnya.
Sebagai sesama advokat, Djoko juga menyayangkan tindakan pihak yang mensomasi jurnalis tanpa mempertimbangkan dampak hukum yang mungkin timbul.
“Saya sangat prihatin ada rekan seprofesi melakukan langkah yang eksposisional tanpa memikirkan konsekuensi hukumnya. Mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran bagi advokat lain agar lebih berhati-hati dalam bertindak,” tegasnya.
Djoko memastikan bahwa kedatangannya bersama klien ke SPKT menunjukkan keseriusan untuk membawa persoalan tersebut ke ranah hukum agar dapat diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, SW mengatakan, setiap warga negara memiliki hak untuk menempuh jalur hukum maupun mekanisme yang tersedia dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
SW, menegaskan bahwa langkah somasi yang ia layangkan sebelumnya dilakukan dalam kapasitas profesional sebagai advokat. Ia menyebut tindakannya dilindungi oleh Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, termasuk mengenai hak imunitas saat menjalankan profesi.
“Saya menjalankan profesi advokat, berdasarkan Undang-Undang 18 Tahun 2003. Pengacara itu mewakili klien, dan profesi pengacara tidak identik dengan klien. Kami punya hak imunitas ketika menjalankan tugas,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hingga saat ini dirinya belum membawa persoalan tersebut ke Dewan Kehormatan maupun lembaga etik lain karena masih menghormati proses.
“Saya belum melangkah ke Dewan Pers atau Dewan Kehormatan. Tapi keinginan klien memang seperti itu. Saya hanya menjalankan tugas,” katanya.
Menurutnya, persoalan ini seharusnya tidak mengganggu hubungan personal, karena masing-masing pihak bekerja berdasarkan profesi.
“Secara pertemanan kita baik-baik saja. Tapi kalau bicara profesi, ya kita punya ranah masing-masing. Harapannya semua tetap profesional,” tutupnya.
Seperti diketahui, peristiwa berawal pada 1 Desember 2025 ketika ia mempublikasikan sebuah berita melalui platform media Derap.id mengenai dugaan mafia pada pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di wilayah Purwokerto.
Tidak lama setelah berita tayang, Baldy mengaku menerima somasi dari salah satu advokat yang disebut sebagai SW. Somasi itu berisi tuntutan agar berita yang telah dipublikasikan diturunkan dari platform. Pelapor menilai somasi tersebut sebagai bentuk upaya membungkam kerja jurnalistik dan mengintervensi proses pemberitaan.
Dalam laporan ke polisi, Baldy menyebut kerugian yang dialaminya bersifat immateriil. Sementara itu, bukti yang disertakan dalam laporan berupa salinan surat somasi dari pihak terlapor.
Dengan diterimanya laporan ini, proses penanganan akan dilanjutkan oleh unit Reskrim Polresta Banyumas. Pelapor berharap tindakan tersebut dapat menjadi preseden agar profesi jurnalis terlindungi dari berbagai bentuk tekanan, intimidasi, atau upaya pembungkaman yang dapat mengancam independensi pers.
Perkembangan kasus ini akan menjadi perhatian publik, mengingat kebebasan pers merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi dan penegakan hukum. ***
