Purwokerto, purwokerto.info – Kasus dugaan penjualan tanah tanpa izin yang dilaporkan seorang warga Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, sejak awal 2021 hingga kini belum memperoleh kepastian hukum. Pelapor, Agus Sutardi (78), menyatakan pihak kepolisian tak kunjung memberikan progres lanjutan meski perkara telah naik ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka.
Hal tersebut disampaikan Agus saat ditemui di Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto, Jawa Tengah, pada Minggu (23/11/2025).
Agus menuturkan masalah bermula ketika seorang petugas dari Dinas Pendapatan Daerah datang ke rumahnya untuk mengonfirmasi harga penjualan tanah milik istrinya yang telah meninggal dunia.
“Saya ditanya, tanah dijual berapa. Lah saya tidak tahu. Empat tahun saya tidak dapat kabar apa pun,” ujar Agus.
Ia baru mengetahui adanya dugaan transaksi penjualan setelah melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan Purwokerto pada Mei 2021. Saat itu diketahui bahwa sertifikat tanah seluas kurang lebih 2.145 meter persegi atau sekitar 153 ubin di Desa Karangtengah, Kecamatan Baturraden, diduga telah dijual pada April 2017 oleh saudara kandung almarhum istrinya.
Ketika Agus mengajukan permohonan pemblokiran sertifikat serta menyerahkan dokumen pendukung seperti surat kematian, surat diagnosis demensia istrinya, dan dokumen kepemilikan tanah, ia mengaku tidak mendapat respons.
“Tidak ada jawaban, tidak digubris. Tahu-tahu sertifikat sudah di tangan pembeli dan uang sudah dipegang orang yang menjual,” katanya.
Agus mengaku saat itu tengah fokus merawat istrinya yang sakit demensia sehingga tidak menyadari konsekuensi ketika dimintai sertifikat.
Sudah Ada Tersangka, Namun Proses Berjalan Lambat
Kuasa hukum Agus dari Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto, H. Djoko Susanto, SH, menilai lambannya penanganan perkara oleh Polresta Banyumas tidak mencerminkan asas kepastian hukum.
“Pak Agus sudah melapor sejak awal 2021. Perkara ini sudah naik sidik, bahkan sudah ada tersangkanya, yaitu saudara kandung almarhum istrinya. Tapi sampai sekarang tidak ada kepastian hukum,” kata Djoko.
Menurutnya, unsur dugaan tindak pidana dalam kasus ini meliputi penggelapan dan penipuan karena tanah dijual tanpa hak, sementara hasil penjualan tidak pernah diberikan kepada ahli waris, yaitu Agus dan anak-anaknya.
Ia juga menduga ada faktor eksternal yang membuat kasus berjalan lamban.
“Salah satu pembeli tanah adalah pemilik salah satu rumah sakit swasta terbesar di Banyumas. Mungkin ada faktor X yang membuat kasus ini tidak jalan,” ujarnya.
Pihaknya meminta penegak hukum di semua tingkatan untuk memastikan keberlanjutan penyelidikan laporan tersebut.
“Kalau perkara dihentikan ya harus ada kejelasan. Kalau dilanjutkan pun harus jelas. Kita tidak menuntut harus berjalan, tapi warga berhak mendapat kepastian hukum,” tegas Djoko. ***
