Perlindungan Saksi dan Korban di Banyumas Masih Rendah, LPSK dan DPR RI Dorong Kesadaran Publik

Purwokerto, purwokerto.info – Upaya memperkuat sistem perlindungan bagi saksi dan korban tindak pidana kembali digaungkan di Kabupaten Banyumas. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Komisi XIII DPR RI menggelar sosialisasi sekaligus diskusi publik yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari aparat penegak hukum, akademisi, organisasi masyarakat, mahasiswa, hingga kelompok kepemudaan.

Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, dalam sambutannya menegaskan pentingnya masyarakat memahami hak-hak saksi dan korban serta mekanisme permohonan perlindungan. Menurutnya, permohonan yang masuk dari Banyumas sejak Januari hingga September 2025 tercatat hanya 10 laporan, dengan enam di antaranya terkait kasus tindak pidana pencucian uang.

“Jumlah ini memang kecil, tetapi tidak serta-merta menunjukkan risiko tindak pidana rendah. Bisa jadi karena masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi dan peran LPSK,” ujarnya.

Diskusi publik ini juga menghadirkan Sri Suparyati, Wakil Ketua LPSK lainnya, yang menyoroti pentingnya perlindungan menyeluruh. Ia menekankan bahwa LPSK tidak hanya melindungi dari ancaman fisik dan intimidasi, tetapi juga memperjuangkan hak restitusi maupun kompensasi bagi korban.

“Mulai 2025, LPSK membuka kantor perwakilan di Jawa Tengah. Kehadiran kantor ini diharapkan mempercepat akses layanan dan mempermudah aparat serta pendamping korban di daerah dalam melakukan perlindungan,” jelas Sri.

Dari data nasional, permohonan perlindungan ke LPSK sepanjang 2025 mencapai 11.148 laporan. Jawa Tengah sendiri menyumbang 836 laporan, menjadikannya wilayah dengan permohonan terbanyak keempat di Indonesia.

Sementara itu, Yanuar Arif Wibowo, Anggota Komisi XIII DPR RI, menekankan bahwa perlindungan saksi dan korban adalah pilar penting agar hukum berjalan efektif dan adil.

“Jika saksi takut bersuara, kasus bisa gagal diungkap. Korban pun berhak mendapatkan pemulihan agar bisa kembali menata hidup,” katanya.

Yanuar menambahkan, khusus dalam perkara pelecehan seksual, perlindungan sangat penting agar korban tidak kembali mengalami trauma. Ia menekankan perlunya sinergi regulasi, penguatan kapasitas lembaga, serta pendekatan yang lebih berorientasi pada korban.

Kegiatan ini ditutup dengan sesi diskusi interaktif yang menghasilkan sejumlah masukan. LPSK menyatakan akan menjadikan aspirasi tersebut sebagai bahan evaluasi untuk memperkuat sistem perlindungan ke depan. ***