JATILAWANG – Pemerintah Kecamatan Jatilawang berencana menggelar Musyawarah Antar Desa (MAD) Khusus untuk BUM Desa Bersama (BUMDesma) Jati Makmur LKD pada Selasa, 18 Juni 2024. Undangan resmi telah dikirim kepada seluruh kepala desa di wilayah tersebut. Namun, rencana tersebut menuai sorotan tajam dari pihak BUMDesma, khususnya kuasa hukum Direktur BUMDesma, Venti Krisyanti SM.
MAD Khusus itu diduga kuat bertujuan untuk memberhentikan Venti Krisyanti dari jabatannya sebagai Direktur Pelaksana Operasional BUMDesma. Namun hingga kini, belum ada penjelasan terbuka mengenai alasan pemberhentian tersebut. Sejumlah pihak menilai rencana itu belum memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi melanggar ketentuan dalam Anggaran Dasar (AD) BUMDesma.
Kuasa hukum Direktur, H. Djoko Susanto, SH, menyampaikan sedikitnya lima poin keberatan terhadap pelaksanaan MAD Khusus tersebut. Menurutnya, langkah itu sarat dengan pelanggaran aturan internal organisasi dan patut untuk ditolak.
“MAD harus tunduk pada AD”
Djoko menekankan bahwa pelaksanaan MAD wajib merujuk pada Anggaran Dasar, khususnya Pasal 10 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa MAD sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam BUMDesma wajib tunduk pada ketentuan yang berlaku. “Keputusan dalam MAD harus berdasarkan data dan fakta objektif, bukan asumsi atau kepentingan pribadi,” ujarnya, Senin (17/6).
Direktur Wajib Dilibatkan
Keberadaan Direktur dalam proses MAD juga ditegaskan dalam Pasal 10 Ayat (2) AD BUMDesma, yang menyebutkan unsur pelaksana MAD mencakup Direktur. “Jika pelaksana operasional tidak diikutsertakan, maka keabsahan MAD patut dipertanyakan,” imbuhnya.
Permintaan MAD Harus Sah
Lebih lanjut, Djoko menyebut bahwa MAD Khusus hanya bisa dilaksanakan atas permintaan resmi dari Penasihat atau Pelaksana Operasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Ayat (2). “Kalau MAD ini digelar atas inisiatif camat atau pihak luar lainnya, itu sudah jelas bertentangan dengan AD. Tidak sah secara hukum,” tegasnya.
Pemberhentian Harus Lewat Mekanisme AD
Terkait isu pemberhentian Direktur, Djoko mengingatkan bahwa Pasal 22 mengatur mekanisme khusus yang harus ditempuh. “Pemberhentian tidak bisa semena-mena. Kalau hanya berdasarkan motif subjektif atau alasan non-profesional, keputusan itu bisa kami bawa ke Pengadilan Negeri,” jelasnya.
Pendampingan Hukum Dijamin AD
Dalam pembelaannya, Djoko juga mengutip Pasal 26 Ayat (3) yang menyatakan bahwa Pelaksana Operasional berhak mendapat bantuan hukum jika menghadapi masalah hukum. “Maka keterlibatan LBH atau konsultan hukum mendampingi Bu Venti adalah sah dan dilindungi AD,” katanya.
Seruan Tolak Intervensi Aparatur Negara
Djoko juga mengingatkan agar tidak ada intervensi dari aparatur negara, baik camat, kepala desa, maupun pihak lain dalam proses MAD. “Jika ada intervensi, apalagi menyasar direktur perempuan seperti klien kami, ini bisa menjadi pelanggaran terhadap prinsip keadilan gender. Kami siap melapor ke KOMNAS HAM maupun KOMNAS Perempuan,” pungkasnya.
Rencana MAD Khusus ini dipastikan akan menjadi sorotan publik, terutama jika prosesnya dinilai tidak transparan dan tidak taat asas. Hingga berita ini diturunkan, pihak Kecamatan Jatilawang belum memberikan pernyataan resmi terkait tujuan MAD tersebut.