PURWOKERTO – Tim penasihat hukum Pegi Setiawan terus melanjutkan langkah advokatif pasca pembebasan klien mereka. Pada Sabtu (14/6/2025), tim ini menemui Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., untuk membahas langkah lanjutan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky, khususnya terkait nasib tujuh terpidana lain yang masih menjalani hukuman.
Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Firma Hukum Gebrak Indonesia (FGI). Sugianti Iriani, salah satu penasihat hukum Pegi Setiawan, mengatakan pertemuan ini menjadi momen penting untuk mendiskusikan arah perjuangan hukum yang lebih luas.
“Alhamdulillah kami bisa bertemu langsung dengan Prof. Hibnu. Kami banyak berdiskusi dan berbagi pandangan soal kasus tujuh terpidana lainnya, karena kami yakin mereka juga bukan pelakunya,” ujar Sugianti kepada wartawan.
Meski tim ini tidak menjadi kuasa hukum resmi dari tujuh orang tersebut, mereka menyatakan siap memberikan kontribusi dalam upaya mencari keadilan.
“Setidaknya kami bisa memberikan pernyataan atau dukungan hukum yang bisa memperkuat perjuangan mereka. Kami juga mendorong agar kuasa hukum mereka terus mengupayakan langkah-langkah hukum, termasuk menyelidiki dugaan keterangan palsu yang disampaikan oleh Aep,” tambah Sugianti.
Terkait dengan kemungkinan mengajukan ganti rugi atas salah tangkap terhadap Pegi Setiawan, Sugianti menegaskan bahwa hal tersebut belum menjadi fokus.
“Yang penting Mas Pegi sudah bebas. Soal ganti rugi, kami tidak mengajukan. Kalau pun diajukan, prosesnya panjang. Fokus kami sekarang bukan ke sana,” ujarnya.
Ketua Firma Hukum Gebrak Indonesia (FGI), Setya Adri Wibowo, yang turut hadir dalam pertemuan itu, menyampaikan keprihatinannya terhadap nasib tujuh terpidana lain. Ia mendorong agar dilakukan kajian hukum independen terhadap vonis yang dijatuhkan.
“Kami tidak sedang meminta polisi menggelar ulang perkara secara resmi. Namun, kami berinisiatif untuk mendiskusikan kembali kasus ini, karena kami yakin bahwa ketujuh orang tersebut bukan pelaku sebenarnya,” jelas pria yang akrab disapa Bowo.
Dari kajian awal yang dilakukan oleh timnya, lanjut Bowo, terdapat sejumlah kejanggalan, terutama dalam proses penangkapan dan pengaitan ketujuh terpidana dengan kasus pembunuhan tersebut.
“Misalnya, Rifaldy Aditya Wardhana alias Ucil awalnya ditangkap dalam kasus kekerasan yang tidak berkaitan langsung dengan pembunuhan Vina. Itu perkara terpisah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, posisi ketujuh terpidana lebih sebagai penyerta (accessory), bukan pelaku utama. Padahal, tiga pelaku utama yang disebut dalam dakwaan hingga kini masih berstatus buron (DPO).
“Ketiga DPO itu hingga kini belum tertangkap. Ini menjadi pertanyaan besar: mengapa justru yang bukan pelaku utama yang lebih dulu dihukum?” pungkas Bowo.
Sebagai informasi, permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh para terpidana telah ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) pada Senin, 16 Desember 2024 lalu. Dengan demikian, putusan tetap berlaku dan ketujuhnya harus menjalani hukuman sesuai vonis.
Adapun ketujuh terpidana dalam kasus ini adalah:
Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya (PK Nomor 198 PK/Pid/2024),
Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto (PK Nomor 199 PK/Pid/2024).
Kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada tahun 2016 silam kembali mencuat ke permukaan setelah fakta-fakta baru terungkap dalam proses pembebasan Pegi Setiawan, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka namun kemudian dinyatakan tidak bersalah.