Purwokerto, purwokerto.info – Kuasa hukum warga Desa Karangturi, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, H. Djoko Susanto, SH, menyampaikan tanggapannya usai digelarnya rapat klarifikasi terkait proses seleksi perangkat desa (P3D) Karangturi, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Djoko menilai bahwa pelaksanaan klarifikasi tersebut menunjukkan adanya tindakan pemerintah yang dianggap melampaui batas kewenangannya dalam menegakkan regulasi seleksi perangkat desa. Ia juga menyayangkan sikap Asisten Pemerintahan Setda Banyumas, Nungky Harry Rachmat, yang menurutnya menunjukkan tanda-tanda arogansi dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.
“Ini merupakan bentuk nyata kesewenang-wenangan pemerintah dalam menerapkan aturan, khususnya dalam konteks P3D,” ujar Djoko pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seorang pejabat seperti Nungky bukanlah pihak yang berwenang untuk mengadili, melainkan memiliki tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. Oleh karena itu, menurutnya, pejabat publik harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan netralitas.
“Tugas mereka adalah melayani warga, bukan melindungi kepentingan oknum tertentu di legislatif atau eksekutif,” tegas Djoko.
Ia juga menekankan bahwa satu-satunya pihak yang berwenang menilai bukti dalam dugaan pelanggaran administratif adalah hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), bukan pejabat pemerintahan.
“Oleh sebab itu, kami tetap konsisten menempuh jalur hukum demi mencari keadilan dan memastikan tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam proses ini,” ujarnya.
Djoko juga menyinggung pentingnya pemerintah untuk menjalankan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), terutama prinsip keadilan dan ketidakberpihakan.
Di sisi lain, dalam pernyataan usai rapat klarifikasi, Nungky Harry Rachmat selaku Asisten Pemerintahan Setda Banyumas menjelaskan bahwa setelah dilakukan penelaahan terhadap tujuh poin aduan yang diajukan, tidak ditemukan bukti kuat untuk mendukung tuduhan tersebut.
Ketujuh poin yang dimaksud antara lain, dugaan kebocoran soal ujian, gangguan teknis komputer saat pelaksanaan ujian, ketidakwajaran selisih nilai antar peserta, tidak adanya pemberitahuan terkait tanda tangan berita acara, ketidaksesuaian antara bukti dan isi laporan, dugaan manipulasi hasil tes, dugaan pelanggaran prosedur dalam proses seleksi.
“Meskipun belum ada bukti yang cukup, laporan tetap kami teruskan ke Bupati untuk diproses lebih lanjut sesuai aturan yang berlaku,” jelas Nungky. ***